Kamis, 28 April 2016

AKSI MAHASISWA TOLAK WTPM 2016



            Saya percaya kita akan memperjuangkan apa yang kita cintai. Apalagi menyangkut orang-orang terdekat kita. Dan pertama kali saya merasakan itu bukan pada saat mengejar cinta yang tak sampai, tapi pada saat membela HAK saya maupun orang lain, yaitu KESEHATAN.

            Mungkin saya rasa ini akan sama seperti di film “The Last Samurai” dimana para samurai tetap setia membela sang kaisar dan mempertahankan tanah serta kebudayaan mereka hingga nyawa terakhir yang dikorbankan agar tidak tergeser oleh budaya asing. Dimana disalah satu scene disebutkan “mungkin mereka(samurai) hanya sekumpulan orang bar-bar bersenjatakan pedang dan anak panah yang akan mengancam negeri ini” padahal nyatanya tidak demikian, mereka hanya membela apa yang seharusnya mereka miliki.

            Aksi mahasiswa pada Rabu, 27 April 2016 untuk membubarkan pameran mesin pembuat rokok serta inovasi rokok dimasa depan, memberikan pelajaran yang sangat berharga terutama pada generasi kita selanjutnya. Karena pameran bertajuk WTPM (World Tobacco Process and Machinery) akan mempercepat kehancuran negeri ini. Bayangkan di depan rumah ada bendera kuning..... (maap becanda). Bayangkan adik-adik kita nanti yang masih SD ngisep rokok aneka warna dan rasa didepan mata kita. Sedih? Jelas sedih. Marah? Jelas marah, tapi kita hampir tak bisa berbuat banyak. Kecuali itu bocah kecil nyundut tangan saya pake rokoknya, pasti sudah saya toyor-toyor dia. 

            Saya ceritakan aksi pada tanggal 27 April itu sesuai apa yang saya lihat dan rasakan ya. Sebelum sampai di venue yaitu di JIExpo Kemayoran Jakarta, Hall D saya dan kawan-kawan mahasiswa Universitas Respati Indonesia sempat kesasar dan berjalan jauh sekali(kayanya kepanjangan kalau dari sini). Nah, sudah sampai di gerbang gambir expo, kami menyebar ke berbagai titik di sekitar Hall D dan bertingkah layaknya turis. Ada yang selfie, jalan-jalan, ngobrol, sikap lilin, kayang(maap becanda lagi) padahal itu di area parkir atau sebuah lapangan yang cukup luas di  depan hall D. Ada beberapa teman yang saya lihat tapi kami tetap di sarankan tidak menyapa satu  sama lain agar tidak di curigai polisi. Karna sebelum saya dkk masuk area JIExpo saya berjalan bergerombol lalu ditanya polisi yang lagi nilang.
“kalian mau kemana?” tanya sang polisi.
“ke JIExpo pak” kata teman saya.
“kalian mahasiswa atau pelajar?” kata polisi.
“kami pelajar pak, hendak beli sepatu” kata teman saya.
“oke, hati-hati ya” kata polisi lagi.
Di situ saya merasa bahagia karna disaat bewok sudah lebat, rambut memutih dan kerutan wajah sudah mulai terlihat kami masih dianggap anak-anak. (oke next)


Ketika sedang selfie di parkiran yang cukup luas itu, tiba-tiba terdengar suara TOA yang kira-kira “semua kumpul, bentuk barisan sekarang!!!” kami yang tersebar pun berlarian menuju titik suara sambil memakai Almamater kampusnya masing-masing. Ada dari UI, UHAMKA, UMJ, UIN, URINDO, STIKIM, YARSI, UNJ DLL berkumpul jadi satu dengan visi yang sama membentuk barisan manusia dengan laki-laki sebagai tembok border dan di tengahnya diisi oleh perempuan jumlahnya sekitar 300 orang. Lalu kami mulai menyanyikan lagu totalitas perjuangan serta berorasi menuntut agar pihak penyelnggara segera hadir menemui kami, atau kami akan masuk ke dalam Hall  D untuk membubarkan pameran tersebut.

Lalu ada seorang bapak-bapak keriput menghampiri orator aksi dan mengaku sebagai pihak EO. Kami tentu tidak percaya karna itu adalah preman bayaran. Lalu muncul sesosok bapak-bapak lagi berpakai polisi yang di juluki Kapolsek Kemayoran kalau tidak salah namanya Kompol Adri. Dan bapak kapolsek memberi dua pilihan:
1.      Pergi dari area hall D dan berdemo di area pintu 8 (hall D itu di pintu 2)
2.      Kami paksa untuk mundur.
Karena pilihan itu itu berpihak kepada kami, lalu kami menambahkan pilihan:
1.      Temui kami dengan pihak penyelenggara di tempat itu juga.

Di tengah negosiasi yang alot, terlihat barisan border polisi yang baru lulus dari akademi (karena mereka masih terlihat muda dan gagah serta tak nampak perut yang membuncit) yang berbaris berhadapan dengan kami. Di situ saya tersadar, pajak yang di bayar bapak saya sekarang digunakan untuk melawan saya ddan teman-teman. Jujur, jantung rasa nya mau copot ketika tameng-tameng polisi sudah mulai berjejer siap menghantam kami. Padahal, lawan kami adalah Investor Rokok Global yang mengingkari janjinya untuk tidak lagi datang ke Indonnesia dan menyelenggarakan pameran Rokok tersebut. 

Tak, lama barisan polisi bermotor trail, truk polisi, mobil yang ada speaker dan lampu nya mulai berjejer. Ini bukan pameran alat-alat militer negara yang lagi banyak di selenggarakan tapi ini benar-benar digunakan untuk mahasiswa. Kami tidak membawa senjata, kami tidak anarki jika tak dipaksa dan mayoritas peserta aksi adalah PEREMPUAN tangguh nan gigih yang ikut ke dalam barisan.

            Dzuhur tlah tiba, kami meminta waktu kepada kapolsek untuk shalat di tempat kami berdiri. Namun lagi-lagi, kapolsek memberi kami waktu shalat 3 menit. Hampir 300 masa yang shalat dan hanya di beri waktu 3 menit? 1 menit = 100 orang? Kalau kata anak zaman Daendles “Gewlaa keleus”. Akhirmya sebagian dari kami yang mayoritas perempuan menjalankan ibadah, dan yang lain tetap berjaga mengantisipasi jika polisi mulai bertindak.  

Dan pada saat giliran saya untuk shalat, terdengar polisi mulai berteriak “polisi siap!!! Huh hah!!!” sambil membanting tamengnya pertanda kami akan di pukul mundur dari area hall D JIExpo. Padahal saya dan sebagian teman-teman masih menjalankan shalat. Terdengar teriakan teman-teman yang lain “Pak, itu masih ada yang shalat!!! Woiii!!!” saya pun yang sedang shalat merasa sedikit panik juga. Tapi saya terus menguatkan iman dan terus berdoa kepada Tuhan agar teman-teman kami bisa menahan hingga kami selesai. Kita pun tak di biarkan mengadu kepada sang Pencipta sungguh ironi.

Chaos tak terelakan lagi. Barisan border mahasiswa yang hanya berjaket alamamater vs barisan polisi bersenjata tameng. Aksi dorong, pukul, tendang pun terjadi. Teman saya di pukul habis-habisan demi melindungi temannya yang lain. Beberapa mahasiswa pun membalas, teriakan-teriakan perempuan terdengar begitu pilu. Ada mahasiswa yang hidungnya berdarah terkena dorongan tameng. Ada yang di jambak dan di seret dll. Begitu saya dan kawan-kawan selesai shalat, kami buru-buru memakai sepatu. Saya yang tlah selesai memakai sepatu lalu berdiam diri sejenak, dan melepas sepatu lagi. Karena kaos kaki nya lupa dipake. Namanya juga buru-buru. Lalu saya berlari membentuk barisan border kuat dengan teman-teman yang lain. Dan di depan mata saya, ada teman saya yang ditarik oleh dua orang polisi berbadan biasa aja (soalnya badannya tidak kekar-kekar amat) saya mau bantuin tapi nanti bordernya pecah. Akhirnya saya tahan dan berharap dia tidak kenapa-kenapa. Banyak mahasiswa yang terluka dalam bentrokan itu. Mahasiswi pun ada yang pingsan. Tapi itu semua tidak menyurutkan niat kami untuk menyuarakan apa yang menjadi HAK kami.

Lalu akhirnya kami diminta keluar dan menuju gerbang 8 dengan catatan beberapa mahasiswa bertemu dengan pihak penyelenggara. Menuju gerbang 8 pun kami tetap bernyanyi. Lelah dan letih hampir tidak kami rasakan. Karena jumlah kami SATU. Sampai di gerbang 8 sebagian dari kami duduk-duduk dan beli minum sambil mendengar cerita kawan-kawan tentang aksi tadi, terutama di bagian bentrokannya. Ada yang bilang ketendang sama polisi, lalu berhasil membalas menendang polisi dibagian kemaluan.  Coba bayangkan jika polisi yang di tendang di bagian kemaluan itu update status di bbm dan ternyata itu teman kalian juga. Hahahahahahaha. Lalu beberapa mahasiswa yang menjadi delegasi untuk bertemu dengan penyelenggara muncul. Mereka Walkout karna hanya di pertemukan dengan EO nya saja. Sungguh investor asing itu meremehkan kami dan tertawa melihat aksi kami tadi. Shit men!! Pada akhirnya kami mendeklarasikan bahwa ini bukan akhir dari perjuangan yang panjang, meski tujuan kami untuk membubarkan acara tersebut tidak tercapai. Kami akan tetap ada dan menghantui para pengusaha rokok global yang mengambil keuntungan dari kesehatan kami. Dan satu hal yang paling berharga dari aksi tersebut adalah kebersamaan dan kekeluargaan yang terikat visi yang sama. Semoga ini menjadi cerita yang tak terlupakan untuk anak-anak kita nanti. Mungkin polisi itu benar, kami  belum lulus, masih harus belajar dan bertingkah seperti orang bar-bar tapi kami hanya ingin melindungi generasi penerus kami dari bahaya rokok. Karena kami ingin Indonesia SEHAT!!!!

HIDUP MAHASISWA!!!
HIDUP RAKYAT INDONESIA!!!
#TolakWTPM #KamiBukanAbak





















1461796517377[1]